Jumat, 27 November 2015

Kampung Adat Bena


Melanjutkan time traveling lebih jauh ke masa megalitikum di Kampung Adat Bena. Kali ini sebuah Bemo (Angkot) yang membawaku ke masa mengalitikum. Dengan membayar 170 ribu untuk satu angkot sudah bisa sampai ke masa lalu (Bena) dan kembali lagi ke masa depan (Bajawa). Cukup murah satu orang hanya bayar sekitar 20 ribu. Sepanjang perjalanan disuguhi pemandangan pegunungan yang indah serta megahnya Gunung Inerie. Perjalanan sekitar 20 km yang ditempuh selama setengah jam.
Kampung Bena terletak di dekat Gunung Inerie jarak yang dekat ini karena masyarakat memuja gunung sebagai tempat tinggalnya para dewa. Mereka meyakini keberadaan Yeta, dewa yang bersinggasana di Gunung Inerie. Di kampung ini terdapat sekitar 40 rumah yang memanjang dari sisi utara ke sisi selatan. Di sebelah utara merupakan pintu masuk ke kampung ini sedangkan bagian selatan merupakan puncak sekaligus ujung darin kampung ini. Di bagian tengah kampung terdapat halam dengan batu besar dan bangunan yang digunakan untuk upacara dan kubur.

Kampung ini katanya belum tersentuh teknologi, namaun sepertinya teknologi mewabah lebih cepat dari dugaanku. Di kampung megalitikum sudah terdapat piringan satelit dan jalur listrik dan air. Mungkin mereka sudah menemukan sistem penyaluran air dan listrik sejak ribuan tahun lalu. Rumah disini dibuat dengan menggunakan kayu dan beratapkan jerami. Itulah yang menjadi ciri khas dan daya tarik dari kampung ini. Sangat cocok untuk background foto selfie.
Penduduk Kampung Benabberpencaharian sebagai peladang cengkeh dan kemiri. Perempuan bekerja sebagai penenun. Mereka menenun dengan menggunakan peralatan yang sangat tradisional sehingga kain yang dihasilkan harganya lumayan mahal. Benang yang mereka gunakan adalah benang yang mereka pintal sendiri dari kapas. Namun ada juga yang menggunakan benang yang di beli dipasar. Kalau dari pengamatan benang tersebut benang pabrikan karena pemintalannya sangat rapi. Bisa membedakan karena orang tua bekerja sebagai penjahit dan juga pernah magang di tempat produksi benang dan kain mori. Kain tenunan yang sudah jadi ada yang terlihat warnanya cerah dan warnanya pucat. Ternyata yang cerah menggunakan pewarna tekstil sedangkan yang warnanya pucat menggunakan pewarna alami. Kalau ingin membeli sebagai oleh-oleh yang benar-benar masih tradisional carilah yang tektur benangnya kasar dan warnanya pucat karena kain itu hasil pemintalan sendiri dan dengan pewarnaan alami.



Kampung Bena merupakan salah satu diantara beberapa kampung adat yang ada di sekitar Gunung Inerie, semoga di lain kesempatan bisa mengunjungi perkampungan yang lain.

Kamis, 26 November 2015

Mengurangi goresan pada lensa Xiaomi Yi

Action camera sedang populer, kebanyakan hanya  untuk selfie namun juga banyak yang digunakan untuk kegiatan ekstrem. Kepincut beli karena dapat penempatan SM-3T di Riung yang juga jadi lokasi Taman Laut 17 Pulau Riung. Butuh kamera yang bisa dipakai dalam air. Akhirnya beli yang murah xiaomi yi. Yang namanya action camera ya harusnya dipakai untuk kegiatan yang lumayan berat. Walaupun didesain untuk kegiatan yang cukupberat terkadang juga bisa rusak dari sekedar lecet sampai remuk. Salah satu masalah adalah kegoresnya bagian lensa dan ini sangat mengganggu membuat kualitas gambar menurun. Berikut contohnya:

di bagian tengah sedikit blur

Kamera ini baru dibeli beberapa bulan lalu sudah dipakai untuk guling-guling di lereng gunung dan beberapa kali nyelam. Resiko rusak makin gede tapi tidak bisa dipungkiri kegiatan ekstrem wajib didokumentasikan. Awal November lalu main ke taman laut waktu nyelam pertama masih oke, keasikan ambil gambar sampai baterainya habis, akhirnya di charge pakai powerbank masukin dalam tas. Nah ini yang bikin lensanya kegores L
Daripada beli spare partnya yang entah ada yang jual atau tidak lebih baik usaha dulu diberiskan pake cara sederhana ini:
1.       Siapkan lap yang sangat halus lebih baik pakai lap microfiber, pasta gigi dan minyak kayu putih.
2.       Buka cover depan kamera dan cover lensanya
3.       Oleskan pasta gigi kemudian gosok dengan lap secara perlahan memutar searah jarum jam. Ingat secara perlahan.
4.       Gosok terus hingga goresannya hilang. Cara ini memakan waktu yang tidak sedikit jadi harus benar-benar sabar bisa 30 menit lebih.
5.       Setelah dirasa cukup oleskan minyak kayu putih dan gosok lagi dengan lap yang masih bersih sampai terlihat mengkilap.
6.       Sekarang tinggal dites dengan memfoto objek yang jauh dan objek yang dekat. Jika masih ada titik yang ngeblur ulangi langkah diatas.
Berikut perbandingan sebelum dan sesudah dilakukan pembersihan.
Sebelum:

 Sesudah:


Semoga cara ini bisa bermanfaat. Cara ini juga bisa untuk goresan pada layar hp dan lensa-lensa lainnya.. Seandainya kurang puas dengan hasilnya bisa beli kamera baru toh harganya juga tidak terlalu mahal.

Kamis, 19 November 2015

Time Traveling


A human being is part of the whole, called by us “universe”, apart limited in time and space ~ Albert Einstein
Pengabdian di tanah Flores bagaikan sebuah perjalanan melewati lorong waktu menuju satu dekade yang lalu. Perjalanan tiga kali pesawat dan 4 kali landing membawa ke masa lalu. Bukan fiksi ilmiah tidak ada satupun dimensi waktu yang dilewati dan memang tidak ada waktu yang berubah mungkin hanya zona waktu yang satu jam lebih awal.
Tetap berada di tahun 2015 dengan kehidupan tahun 2005 dengan windows xp dan office  2003 dan jaringan seluler yang belum menjangkau seluruh area. Beberapa tower BTS menjulang tinggi memancarkan gelombang elektromagnetik yang memungkinkan mengakses dunia luar dan dunia maya. Hanya satu operator yang memonopoli seluruh jaringan. Walaupun tarif lebih mahal namun tidak ada pilihan lain. Kecepatan real download mencapai lebih dari 1 MB/s namun dengan tarif yang lumayan mahal. Mungkin jaringan 3.5 G adalah satu-satunya teknologi 2010an yang bisa dinikmati.
Perjalanan 17 km dari Riung ke sekolah membawaku semakin jauh ke masa lalu, masa yang sering diceritakan oleh bapak dan ibu. Masa di mana listrik baru saja hadir dan orang-orang tidak hafal dengan nomor hp mereka sendiri. Tidak ada jaringan selular bahkan sinyal radio tidak terdeteksi. Satu-satunya jendela ke dunia luar adalah piringan satelit yang secara pasif menerima sinyal dari satelit di geo stationer orbit di sebelah barat.
Sistem pendidikan mengingatkanku pada cerita guruku SD tentang kerasnya pendidikan jaman dulu. Bilah bambu atau kayu menjadi alat wajib untuk mengajar. Ada yang menyebutnya dengan “obat bandel”. Siswa disini memang berbeda dengan siswa di Jogja. Setiap hari paling tidak ada 4 siswa yang tidak masuk sekolah. Ada satu kelas yang di absensi 35 siswa tetapi yang hadir hanya 20 siswa. Jangankan siswa guru juga banyak yang sering tidak masuk.
Waktu jaman sekolah dulu pulang lebih awal adalah suatu hal yang menggembirakan. Berbeda dengan disini selama 3 bulan mengajar jarang sekali pulang tepat waktu. Di jadwal seharusnya jam pulang adalah jam 13.45 tetapi biasanya jam 12.00 sudah terdengar lonceng panjang. Banyak pula kegiatan yang membuat kegiatan belajar semakin tidak efektif seperti PUPNS, UKG, kegiatan adat atau kegiatan keagamaan. Kadang pesta juga membuat banyak guru dan siswa tidak hadir ke sekolah. Orang Flores memang suka pesta minum minum sampai pagi sudah biasa.
Orang flores memang jauh berbeda dengan orang jawa bahkan juga berbeda dengan orang flores  yang ada di jawa. Orang flores di jawa terkenal dengan keras dan tempramen namun di sini berbeda mereka keras tetapi baik. Selama 3 bulan di sini belum pernah diajak ribut atau sekedar dibentak. Orang disini mempunyai ego yang sangat tinggi, ego tersebut terlihat ketika mereka melakukan sebuah hajatan. Mulai dari acara sambut baru atau pesta pernikahan sampai acara kematian paling tidak harus menyembelih sapi. Kehidupan mereka yang tergolong sangat terbatas namun saat pesta mereka bisa mengeluarkan banyak uang. Ketika mengobrol dengan salah satu guru dia mengatakan kalau malu jika tidak bisa menyuguhkan daging dan moke saat pesta. Mungkin mereka juga harus malu saat tidak bisa menyekolahkan anaknya sampai jenjang kuliah. Mereka juga harus mempunyai ego yang besar di bidang pendidikan.

Bagiku pendidikan adalah sebuah mesin waktu yang bisa mengantar masyarakat ke masa depan. Bukan mesin waktu seperti dalam fiksi ilmiah yang membawamu meloncat jauh ke masa depan namun pendidikan akan mengantarkan mereka ke masa depan yang lebih baik secara perlahan. Mengantarkan dari ketertinggalan menuju kemajuan. Mesin waktu ini sangat sulit untuk dibagun, setahun tidaklah cukup untuk membangun mesin yang mampu bergerak cepat menuju kemasa depan. Mereka lah yang bisa meneruskan mesin tersebut, mesin yang hanya bisa digerakkan dengan bahan bakar kerja keras dan kreatifitas.

Salam MBMI!

Selasa, 10 November 2015

Mendaki Gunung Inerie

 

Gunung Inerie adalah salah satu gunung tertinggi di Pulau Flores dan merupakan Puncak tertinggi di kabupaten Ngada. Gunung Inerie yang mempunyai ketinggian 2245 Meterini merupakan gunung berapi yang sedang tertidur. Sisa aktivitas vulkanik yang bisa terlihat hanyalah kawah sisa letusan.
Gunung Inerie terletak di sebelah selatan Kota Bajawa berjarak hanya sekitar 30 menit perjalanan ke arah Kampung Adat Bena yang terletak persis di kaki Gunung Inerie. Jadi bisa sekalian wisata ke Kampung Bena. Atau juga bisa ke Air panas di Jerebuu.
Perjalanan ke puncak dimulai dari SMP Satap Kolokoa yang tidak jauh dari Kampung Bena dan juga tempat tinggal salah satu guru SM-3T. Perjalanan dimulai pukul 2:00 pagi dengan maksud agar bisa melihat sunrise dari atas. Dipandu beberapa bocah gunung yang juga murid guru SM-3T langsung berjalan naik ke puncak. Jalan yang ditempuh lumayan berat tanpa bonus. Fisik yang sudah terkuras perjalanan dari Riung ke Jerebuu langsung dikuras lagi dengan tanjakan yang tidak ada habisnya.
Target melihat sunrise dari puncak tidak tercapai. Perjalanan jadi lebih santai tiap beberapa langkah foto-foto dulu. Dengan sedikit ngotot akhirnya bisa sampai puncak yang pertama dengan ketinggian sekitar 2145 meter seratus meter lebih pendek dari puncak utamanya.
Menunggu Sunrise



setelah sunrise


Dari puncak pertama semuanya memutuskan untuk berhenti dan tidak meneruskan sampai puncak utama kecuali seseorang yang rada nekat sampai ke puncak sendirian.


Pemandangan dari puncak


Perjalanan sampai ke puncak utama sangat berbahaya jalan kerikil yang hanya selebar setengah meter, sebelah kiri jurang kawah dan sebelah kanan juga jurang ke bawah. Angin bertiup sangat kencang menambah bahaya hingga berjalan merangkak ala komodo agar tidak terdorong jatuh ke jurang. Sampai puncak ambil beberapa foto langsung turun ke puncak pertama tadi.
Di puncak bawah

Di puncak yang bawah dilanjut foto-foto sepuasnya langsung turu ke bawah. Inilah kegiatan yang paling berkesan di Gunung Inerie yaitu menuruni gunung melewati perosotan kerikil.

Baterai kamera habis.. . .  .  .

Pendakian Gunung Inerie adalah pendakian yang cukup singkat naik hanya butuh waktu sekitar 4 jam dan turun hanya 2 jam jadi setengah hari sudah selesai mendaki gunung. Medan pendakian cukup sulit kebanyakan kerikil yang mudah longsor dengan kemiringan yang cukup curam. Setelah mendaki bisa melepas lelah dengan berendam di pemandian air panas yang jaraknya tidak begitu jauh.

Jumat, 06 November 2015

Taman Laut 17 Pulau Riung


Taman Laut 17 Pulau terletak di Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Sebenarnya jumlahnya bukanlah 17 Pulau namun nama itu lebih mudah untuk diingat.  Tempat ini bisa diakses dari Bajawa maupun Ende menggunakan oto (kendaraan umum) dengan waktu tempuh sekitar 3 jam perjalanan. Perjalanan cukup melelahkan karena jalan melewati pegunungan dan banyak jalan yang rusak. Selain itu juga bisa ditempuh melalui pelabuhan Marapokot jika menggunakan kapal kemudian lewat jalur darat sekitar 1 jam perjalanan.
Setelah sampai di Riung untuk menuju ke taman laut menggunakan kapal yang tersedia di Pelabuhan Wisata (Nagamese). Sewa kapal cukup murah sekitar 350-400 ribu rupiah untuk 1 kapal yang bisa disewa seharian ke berbagai pulau. Selain itu juga tersedia penyewaan peralatan snorkling jika ingin menikmati keindahan bawah lautnya.
Pulau yang biasa dikunjungi adalah Pulau Kelelawar, Pulau Rutong dan Pulau Tiga.Pulau keleawar dalah pulau tempat tinggal ribuan kelawar sehingga dinamakan pulau kelelawar. Sedangkan pulau Rutong dan Pulau Tiga adalah pulau dengan pasir putih dan karang yang bisa digunakan untuk bermain dipantai, bakar ikan atau sekedar bersantai.
Tips untuk berkunjung ke taman laut adalah
1. Berangkat sepagi mungkin usahakan jam 6 pagi sudah siap jalan ke pulau.
2. Pilih waktu setelah bulan purnama saat laut sedang surut sehingga bisa lebih mudah mengamati keindahan biota lautnya.
3. Bawa bekal makanan dan minuman, bisa juga menyiapkan ikan untuk dibakar di Pulau.
4. Sewalah peralatan untuk snorkeling (kaca mata dan pelampung)
5. Ajaklah kawan sebanyak mungkin karena biaya sewa adalah perperahu yang cukup untuk 15 orang.

Berikut adalah foto dari berbagai lokasi di Taman Laut 17 Pulau.

Pantai:
Pantai Pulau Tiga

Pantai Pulau Rutong
Pulau Kelelawar:

Snorkeling

Keindahan bawah laut


*Blog edisi SM-3T
Singgih Yuntoto
Guru SM-3T

RIUNG


Kota kecil di tengah Pulau Flores. Kota ini cukup jauh dari pusat perekonomian utama 3 Jam dari Bajawa dan 3 jam dari Ende. Kota terdekat adalah Mbay yang berjarah sekitar 1 jam perjalanan. Kota kecil ini mempunyai sebuah objek wisata kelas dunia yaitu Taman Laut 17 Pulau. Tidak terkenal dan sangat jarang wisatawan lokal yang main ke Riung kebanyakan adalah turis asing. Pertama kali tahu mengenai Riung juga waktu pengumuman penempatan program SM-3T (Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal). Mungkin kalau tidak ikut SM-3T juga gak bakal tahu tempat ini.
Riung terletak di sisi utara Pulau Flores dan langsung menghadap ke Laut Flores. Berada di dalam administrasi Kab. Ngada NTT. Penduduknya relatif beragam ada orang flores, bugis, selayar, bima dan jawa. Riung merupakan kecamatan yang paling banyak memiliki Masjid di Kabupaten Ngada karena sebagian penduduknya adalah orang muslim. Riung dapat dibagi menjadi dua lokasi yaitu Riung yang di pesisir dan Riung yang di Pegunungan. Penghasilan utama penduduknya adalah dari laut, penduduk bekerja sebagai nelayan dan juga di sektor wisata. Ada pula yang bekerja sebagai petani atau mengolah kopra.
Riung memiliki beberapa dermaga yaitu Dermaga Goloite, Dermaga Nagamese dan Dermaga Bekek. Dermaga Nagamese adalah dermaga yang dikhususkan untuk wisata di Taman Laut 17 Pulau.


Cerita singkat mengenai Riung, untuk lokasi wisata tunggu tulisan selanjutnya di Edisi SM-3T

iklan

loading...

Memasak Beras Menjadi Nasi atau Lontong di Alam Bebas

foto: nationalgeographic.co.id Sumber energi selalu kita butuhkan, apalagi saat kita berpetualang di alam bebas. Kebanyakan dari kita se...

Popular Posts