Selasa, 10 Januari 2017

Tinju Adat Sagi di Soa


Tinju adat atau sagi adalah salah satu warisan kebudayaan di tanah flores. Tidak semua adat di flores mengenal sagi hanya beberapa wilayah yang mengenal sagi diantaranya adalah di Kabupaten Ngada dan Kabupaten Nagekeo. Di Kabupaten Ngada hanya ada beberapa tempat dengan tradisi Sagi, sebagian besar di Kecamatan Soa namun juga ada satu perkampungan di Riung yang mempunyai tradisi tinju adat yakni di Bekek.
Sagi di setiap tempat mempunyai beberapa perbedaan. Perbedaan yang paling mencolok adalah cara memukul dan alat pukul yang digunakan. Sedangkan aturan lainnya tidak terlalu berbeda jauh. Secara umum permainan ini dibagi menjadi dua kubu barat dan timur setiap petinju (ata sagi) merupakan perwakilan dari salah satu kubu dan harus didampingi oleh sike.
24 Oktober 2015, waktu pertama kali menonton tinju adat di Kabupaten Nagekeo, tidak jauh dari SMK Negeri Riung, tepatnya di Desa Nggolonio, Kecamatan Aesesa. Lokasinya berada di sebuah lapangan yang cukup luas dengan tribun berupa susunan batu namun jangan berpikir bakal semegah coliseum di Roma. Walapun punya akses khusus (salah satu panitia adalah Bapak Yere yang kebetulan juga guru di SMK Negeri Riung) namun karena lokasi terlalu luas menyulitkan untuk menonton sehingga tidak terlalu seru. Sambil ngobrol ada yang bilang kalau tinju di Soa jauh lebih menarik bahkan sampai berdarah-darah. Inilah pertama kali tertarik untuk melihat tinju di soa.
2 Juni 2016, diundang oleh Hasan (guru SM-3T) untuk datang ke acara tinju adat di Desa Masu, Soa. Kebetulan waktu itu juga ada monitoring dari UNY jadi sekalian dari Riung naik bus Gemini turun di Masu. Dari pertigaan berjalan kaki menuju tempat Hasan dan disepanjang jalan mulai terlihat hiruk pikuk warga berlalu-lalang kebanyakan membawa jerigen berisi minuman moke. Sambil menunggu Sagi dimulai istirahat dulu di tempat Hasan.
Setelah agak sore menuju ke lapangan tempat sagi berlangsung. Suasana begitu ramai namun sedikit berbeda dengan lapangan di Desa Nggolonio, lapangan di Desa Masu tidak terlalu luas sehingga benar-benar penuh sesak oleh penonton. Saat sampai lokasi begitu sulit untuk mencari posisi menonton apalagi untuk mengabadikan pertarungan. Dengan menyusup-nyusup akhirnya memperoleh tempat yang cukup longgar untuk menonton.
Permanan begitu seru, apalagi setiap kali ada yang meukul penonton bersorak histeris dan kadang juga ada pemain yang berdarah. Semakin sore pertandingan semakin seru karena yang bertanding adalah pemain yang lebih senior. Sayang pertandingan terpaksa haru dihentikan karena salah satu pemain terlepas dari sike hingga terjatuh. Dalam tradisi mereka setiap ada kejadian tersebut pertandingan harus diakhiri dan malamnya harus diadakan upacara.

Pertandingan Sagi di Soa memang lebih menarik daripada di Desa Nggolonio selain adu fisik jauh lebih keras juga antusias warga yang lebih besar.

Rabu, 04 Januari 2017

Rawuk dan Sunset yang mempesona


Rawuk adalah sebuah tempat yang sangat terpencil di Kabupaten Ngada, Walaupun tidak se sulit Desa Malafai akses menuju tempat ini tidaklah gampang. Jalur akses dari Riung ditempuh dengan dua cara yaitu dengan jalan kaki selama sekitar satu jam dan menggunakan kendaraan dengan waktu yang sama 1  jam. Waktu tempuh ini desebabkan karena harus memutar lewat jalan Riung-Bajawa. Secara Administrasi Rawuk berada di Desa Taen Terong 1, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, NTT dengan penduduk sekitar 50 KK.
Rawuk merupakan salah satu perkampungan yang unik. Di perkampungan ini mayoritas adalah muslim padahal letaknya jauh di pegunungan. Inilah yang membuatnya begitu unik karena biasanya perkampungan muslim berada di pesisir dan rawuk berada jauh dari laut, walaupun begitu dari tempat ini kita juga bisa melihat indahnya Taman Wisata Alam Laut 17 Pulau Riung. Singkat cerita kampung ini adalah bagian dari Kerajaan Islam Riung. Hanya informasi itu yang diperoleh karena keterbatasan waktu dan akses yang sulit membuatku kesulitan menggali informasi lebih lanjut. Sedikit kecewa memang.
Di tempat ini ada 2 masjid salah satunya cukup megah untuk ukuran daerah yang sedikit terisolir. Waktu bulan Ramadhan 1437H kemarin sempat  berkunjung ke tempat ini mengikuti safari Ramadhan dan semapt sholat jamaah di tempat itu. Sambutan warga begitu ramah bahkan sempat memberikan suguhan yang cukup nikmat.
Pada kesempatan yang lain entah kenapa Bus Gemini tiba tiba belok kiri melewati jalanan rabat beton menuju ke arah Rawuk. Dalam hati “gila nih Om Halim (sopir bus) berani masuk pake kendaraan segede ini padahal kalau pakai motor aja mikir dulu” memang sih Om Halim itu sopir yang luar biasa mungkin kalau ikut Reli Dakar bisa menang. Setelah beberapa saat cahaya merah keemasan menyelip diantara pepohonan. Hingga kemudian benar-benar terlihat matahari yang bulat kemerahan langsung buru-buru ambil kamera dalam tas namun tidak sempat terfoto, kamera it uterus kupegang menanti kesempatan emas namun tidak pernah mendapatkan kesempatan. Hanya beberapa silhouette pepohonan bahkan di dekat MIS Rawuk pun tidak terambil gambarnya. Jalanan yang begitu sulit membuat bus bergoncang-gonjang terus.

Memang ada cerita kalau sunset di tempat itu begitu indah dengan warna merah yang unik bahkan kadang matahari berubah menjadi bulatan merah yang begitu indah. Mungkin hal ini disebabkan oleh kabut tipis dari padang rumput di Riung Barat yang memfilter cahaya matahari menjadi berwarna merah menyala. Walapun tidak bisa mengabadikannya sudah puas bisa melihatnya dengan mata sendiri. Walapun begitu juga sempat mengabadikan sunset tidak jauh dari Rawuk yang begitu indah.

iklan

loading...

Memasak Beras Menjadi Nasi atau Lontong di Alam Bebas

foto: nationalgeographic.co.id Sumber energi selalu kita butuhkan, apalagi saat kita berpetualang di alam bebas. Kebanyakan dari kita se...

Popular Posts