Melanjutkan time traveling lebih jauh ke masa megalitikum di
Kampung Adat Bena. Kali ini sebuah Bemo (Angkot) yang membawaku ke masa
mengalitikum. Dengan membayar 170 ribu untuk satu angkot sudah bisa sampai ke
masa lalu (Bena) dan kembali lagi ke masa depan (Bajawa). Cukup murah satu
orang hanya bayar sekitar 20 ribu. Sepanjang perjalanan disuguhi pemandangan
pegunungan yang indah serta megahnya Gunung Inerie. Perjalanan sekitar 20 km
yang ditempuh selama setengah jam.
Kampung Bena terletak di dekat Gunung Inerie jarak yang
dekat ini karena masyarakat memuja gunung sebagai tempat tinggalnya para dewa.
Mereka meyakini keberadaan Yeta, dewa yang bersinggasana di Gunung Inerie. Di
kampung ini terdapat sekitar 40 rumah yang memanjang dari sisi utara ke sisi
selatan. Di sebelah utara merupakan pintu masuk ke kampung ini sedangkan bagian
selatan merupakan puncak sekaligus ujung darin kampung ini. Di bagian tengah
kampung terdapat halam dengan batu besar dan bangunan yang digunakan untuk
upacara dan kubur.
Kampung ini katanya belum tersentuh teknologi, namaun
sepertinya teknologi mewabah lebih cepat dari dugaanku. Di kampung megalitikum
sudah terdapat piringan satelit dan jalur listrik dan air. Mungkin mereka sudah
menemukan sistem penyaluran air dan listrik sejak ribuan tahun lalu. Rumah
disini dibuat dengan menggunakan kayu dan beratapkan jerami. Itulah yang
menjadi ciri khas dan daya tarik dari kampung ini. Sangat cocok untuk
background foto selfie.
Penduduk Kampung Benabberpencaharian sebagai peladang
cengkeh dan kemiri. Perempuan bekerja sebagai penenun. Mereka menenun dengan
menggunakan peralatan yang sangat tradisional sehingga kain yang dihasilkan
harganya lumayan mahal. Benang yang mereka gunakan adalah benang yang mereka
pintal sendiri dari kapas. Namun ada juga yang menggunakan benang yang di beli
dipasar. Kalau dari pengamatan benang tersebut benang pabrikan karena
pemintalannya sangat rapi. Bisa membedakan karena orang tua bekerja sebagai
penjahit dan juga pernah magang di tempat produksi benang dan kain mori. Kain
tenunan yang sudah jadi ada yang terlihat warnanya cerah dan warnanya pucat. Ternyata
yang cerah menggunakan pewarna tekstil sedangkan yang warnanya pucat
menggunakan pewarna alami. Kalau ingin membeli sebagai oleh-oleh yang
benar-benar masih tradisional carilah yang tektur benangnya kasar dan warnanya
pucat karena kain itu hasil pemintalan sendiri dan dengan pewarnaan alami.
Kampung Bena merupakan salah satu diantara beberapa kampung
adat yang ada di sekitar Gunung Inerie, semoga di lain kesempatan bisa
mengunjungi perkampungan yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar