Monumen Jenderal Sudirman
Berawal dari ajak seorang teman
untuk berkunjung ke daerah paling selatan di Indonesia. Setelah hampir seminggu
meninggalkan Riung untuk berkunjung ke Ende langsung lanjut ke titik paling
selatan. Sempat bingung untuk memulai dari Ende atau balik lewat Aimere. Karena
persiapan yang belum akhirnya memilih lewat Aimere.
Belum terbayang lama perjalanan
sekitar 20 jam dalam kapal dan masih dibingungkan soal tiket dan waktu
keberangkatan. Pagi itu begitu ramai di Pelabuhan Aimere banyak kendaraan dan
pedagang yang memenuhi setiap sudut dermaga. Loket tiket juga penuh sesak
dengan antrian orang. Dapatlah dua tiket kelas ekonomi menuju Kupang. Sedikit
lega akhinya mendapatkan tiket, tinggal menunggu seorang teman yang jalan kaki
dari kos menuju pelabuhan.
Pintu gerbang mulai dibuka,
anggota TNI dan Polisi ikut berjaga membantu petugas pelabuhan. Dengan sedikit
berdesakan kami memasuki kapal yang ternyata sudah penuh sesak. Tidak hanya
manusia dan kendaraan namun juga hewan ternak seperti kambing, babi dan ayam.
Sempat mendapat tempat di dek bawah namun tidak terlalu nyaman bau tahi babi
dan ayam di sebelah kiri sangat mengganggu. Tidak puas kami masih berusaha
mencari tempat di de katas dan ternyata sama saja. Akhirnya kami memilih untuk
mengambil tempat di antara dua mobil Menkominfo, sempit memang tetapi jauh dari
suara dan aroma hewan ternak.
Karena baru pertama kali menaiki
kapal penyeberangan aku begitu penasaran. Menjoba melihat-lihat hingga ke dek
atas, di Mushala kami bertemu dengan Guru SM-3T yang bertugas di Sumba Timur.
Mereka ingin mengunjungi perbatasan Timor Leste. Mereka yang telah menempuh
perjalanan dari Waingapu sampai Aimere sudah mengenal ABK Kapal Inerie II, kita
juga diajak mereka ke ruang kemudi kapal dan oleh Nahkoda kapal kami di Ijinkan
menuju ke Dek paling atas.
Setelah berusaha istirahat dan
berganti-ganti posisi selama hampir 18 jam tiba-tiba terdengar nada suara dari
handphone, ternyata kita sudah dekat dengan daratan da nada sinyal selular.
Dari jendela terlihat cahaya dan samar-samar mulai terlihat bangunan dan alat
berat di Pelabuhan Bolok Kupang. Sampai di Pelabuhan kita mampir dulu di Kupang
untuk sahur dan mandi. Angkot dan ojek di sekitar pelabuhan ternyata mahal dan
suka minta uang tambahan.
Pagi harinya langsung menuju ke
Pelabuhan Tenau untuk mengejar kapal cepat ke Baa (Rote Ndao). Ternyata karena
hari Minggu Pelabuhan buka lebih siang, terpaksalah nunggu agak lama di pintu
gerbang. Dengan kapal cepat sekitar jam 11 sudah sampai di Baa. Masih tidak
percaya bisa sampai di Kabupaten paling selatan di Indonesia.
Gerbang Pelabuhan Baa
Sampai Baa kami mencari kendaraan
untuk menuju Ombok namun karena hari Minggu tidak ada bemo yang jalan. Mencari
masjid dulu siapa tahu ada yang bisa membantu. Dapat pesan kalau tenyata ada
juga anak SM-3T yang sedang di Baa dan tanpa sengaja ketemu di Masjid. Sempat
mengobrol sebentar dan ternyata tujuan mereka berbeda.
Desa Oeseli
Setelah mengobrol dengan beberapa
orang mereka menyarankan kami untuk menuju ke Desa Oeseli. Di Desa tersebut
terdapat sebuah Masjid dan Pos Tentara. Dari desa tersebut kita bisa menuju ke
Pulau Dana. Bermodalkan motor pinjaman dan google maps kita langsung menuju Oeseli.
Setelah perjalanan sekitar satu jam kita sampai di ujung jalan dan tidak menemukan
Masjid ataupun Pos Tentara. Bingung sambil menikmati indahnya Pantai Oeseli.
Pantai Oeseli
Setelah bertanya dengan seorang
ibu ternyata masjid lokasinya di tempat tersebut hanya sedikit ke dalam dan
tidak terlihat dari jalan. Menyempatkan Shalat Ashar dan beristirahat sambil
berharap ada sedikit pencerahan. Memang malu bertanya sesat di jalan, setelah
bertanya dengan beberapa warga kami mendapatkan cara untuk ke Pulau Dana dengan
bantuan seorang nelayan. Kami juga singgah ke Pos Tentara untuk lapor dan
ternyata sambutan bapak-bapak tentara ini begitu baik. Karena beberapa alasan
dan juga saran dari pak tentara kami menginap di situ semalam baru ke Pulau
Dana paginya.
Masjid Nurul Bahar, Oeseli
Desa Oeseli merupakan
perkampungan muslim dengan jumlah warga muslim sekitar 25 kepala keluarga.
Menurut penuturan Pak Imam warga muslim di sini merupakan pendatang dari
Kerajaan Gowa Talo di Sulawesi. Mereka datang menggunakan kapal pinisi. Konon
waktu itu sedang terjadi kekacauan dan perampokan di Gowa Talo hingga beberapa
dari mereka melarikan diri dengan kapal pinisi. Desa Oeseli merupakan daerah
yang menghasilkan kopra dan hasil laut berupa ikan dan rumput laut. Pantai di
desa ini juga begitu indah, pantai pasir putih dengan hisan batu-batu karang.
Yang paling berkesan dari tempat ini adalah keramahan penduduk dan
ketenangannya. Cukup betah disini jika ada banyak waktu pasti menetap lebih
lama.
Keramahan tentara penjaga pulau terluar
Pulau Dana
Pagi itu angin begitu kencang
cukup ragu untuk menyeberang. Setelah agak siang dengan kapal nelayan kami
menyeberang ke Pulau Dana. Perairan yang langsung terhubung ke laut lepas
membuat ombak begitu besar. Menerjang ombak sambil asik memotret burung camar.
Entah kenapa waktu berangkat aku hanya diam entah takut dengan ombak atau apa
yang jelas ada perasaan tidak enak.
Kapal berhenti di sisi barat
Pulau Dana terlihat pantai pasir putih yang begitu menawan. Saat turun dari
kapal langsung di sambut oleh tentara. Mereka meminta kami untuk lengsung lapor
ke Pos Penjagaan. Para tentara sedang asik menonton siaran langsung Copa
Amerika saat laga final. Beberapa diantara mereka keluar menyambut kami
sambutan hangat. Mereka begitu penasaran dengan kedatangan kami, beberapa
diantara mereka menyangka kami akan melakukan penelitian padahal kita hanya mau
berkunjung saja.
Setelah berfoto-foto sejenak kami
diantar menggunakan motor viar ke Monumen Jenderal Sudirman. Padang savana yang
begitu luas membentang dihadapan kami. Terik matahari sangat kentara namun
tidak kami hiraukan. Terkagum melihat sosok Sang jendral yang kisah
perjuangannya begitu inspiratif terutama bagi kader Pemuda Muhammadiyah yang
selalu menjadikannya panutan dalam keikhlasan berjuang untuk Indonesia maupun
Persyarikatan. Keteladanan Jendral Sudirman yang juga beberapa waktu lalu
sempat dipentaskan dalam drama di TBY menginspirasiku sejak lama. Sosok pemuda
yang berjuang memajukan Indoensia yang juga sempat menjadi Guru di Sekolah
Muhammadiyah. Ikut aktif dalam Hizbul Wathan sebelum ikut bergabung dalam PETA.
Kembali dari monument Jenderal
sudirman kami kembali ke markas dan bersantai di sumber air. Sumber air ini
unik karena seperti oase di tengah gurun dengan banyak pohon yang sejuk. Cukup
lama bersantai di sana sambil berbincang dengan
tentara senior yang sudah bertugas di penjuru Indonesia.
keramahan tentara penjaga pulau terluar
Siangnya kami kembali ke Pulau
Rote dan melanjutkan perjalan sore harinya ke Ombok sebelum balik ke Kupang
pada pagi harinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar